Aku gak ngerti soal cinta,
Dan gak pernah mau mengerti soal cinta
“Cici!
Denger, ada anak baru lho” seru Fia, ia menempatkan posisi duduknya tepat
didepan Cici.
“Anak
baru?” Cici keheranan.
“Iya”
“Cewek
apa cowok?”
“Cewek
dan cowok!” ujar Fia sambil mengacungkan
jempol dan telunjuknya, membuat tanda ‘piece’
“Dua-duanya!
Anak barunya ada 3 orang, 2 cewek dan satu cowok” jawab Fia.
“Oh...”
Cici tidak banyak komentar.
“Oh doang? Cici!!” Fia jadi gemes
sendiri.
“Ya... gua kan belum liat orangnya”
Cici beranjak dari tempat duduknya dan maju menghampiri meja guru, membuka
daftar absensi dan menelitinya dari nama ke nama.
“Iya, ada 3 nama baru” ujarnya.
“Tuh kaan!!” seru Fia.
Cici tertarik dengan satu nama, Afriza
Leonardo Grey. Salah satu dari tiga nama anak baru tadi.
“Eh, lu ngapain?” tanya Rico.
Cici menoleh. “Lagi liat absensi”
“Serius banget!”
“Emang iya ya?”
Rico mengangguk dan berjalan menuju
tempat duduknya, diikuti Cici yang juga ikut duduk ditempatnya semula.
“Namanya... Afriza Leonardo Grey!” ujar
Cici.
“Terus dua lainnya?” tanya Fia.
Cici mengangkat kedua bahunya, lalu menggeleng.
“Elu Cuma lihat nama yang cowok?” tanya
Fia.
“Iya”
“Wah... kayaknya—“
“Jangan salah paham dulu deh, itu juga
gara-gara namanya unik, bukannya sengaja cari tau namanya siapa!” Cici langsung
membela diri.
“Iya.. iya...”
Satu per satu murid kelas VIII-II masuk
kedalam kelas, termasuk Aila. Ia berjalan kearah Cici dan duduk disampingnya.
“Tumben telat” tegur Cici.
Aila Cuma tersenyum.
“Iya nih, papa gue ada urusan sebentar
tadi, jadi... agak siang deh”
“Oh...” Cici dan Aila mengangguk.
“Eh, tadi dibawah rame banget! Katanya
ada anak baru ya?”
“Iya, katanya sih dari Amrik!” jawab
Fia.
“Tiga-tiganya?” tanya Cici.
Fia menggeleng. “Cuma yang cowok doang”
“Katanya dari Wellingtown!” timbal
Aila.
“Amrik!” ralat Fia.
“Bukan Wellingtown?”
“Bukan!”
Cici tidak menanggapi percakapan kedua
sahabatnya, ia tidak terlalu tertarik demgan pembicaraan tentang anak baru.
שׂשׂשׂ
Dan ketiga anak baru yang diperdebatkan
masuk ke kelas VIII-II yang diikuti oleh Pak Budi. Cici cukup tertegun melihat
laki-laki yang bernama Afriza Leonardo Grey tadi. Sampai tak mendengar dua nama
lainnya.
Fia menoleh kebelakang, “Imut ya?”
“Siapa?” tanya Aila.
“Si Afriza itu, siapa lagi?”
Dan harus Cici akui. Cowok tadi
cukup... tampan! Senyumnya pun masih menghiasi wajahnya sampai ia mendapatkan
tempat duduknya.
“Kayaknya... ada yang naksir gitu sama
Mr. Grey!” sindir Fia.
“Iya, matanya sampai gak bisa ngedip”
tambah Aila.
Tentunya Cici paham dengan siapa yang
dimaksud, ia pun menolehkan pandangannya kehadapan kedua sahabatnya.
“Maksudnya gua?”
“Siapa lagi?” goda Aila.
Cici tersenyum simpul.
Haha... gua? Naksir dia? Ada-ada aja”
“Ayo dong! Masa udah kelas dua SMP
masih gak naksir-naksir sama orang!” ejek Fia.
“Terserah elu aja deh” ujar Cici
pasrah.
Ketiganya tidak menyadari, ada sepasang
mata yang memerhatikan salah satu dari mereka. Ia tersenyum sambil memandang
orang tersebut dari kejauhan.
Mata abu-abu itu menatap seorang gadis!
שׂשׂשׂ
Aila menuruni anak tangga dengan
terburu-buru, sampai ia tak sadar ada Afriza dihadapannya. Bahunya menabrak
Afriza seketika.
“Brukk!!!”
Aila tersentak dan menoleh kebelakang.
“Eh, sorry! Sorry ya” ucap Aila.
Afriza mengangguk sambil tersenyum.
“No problem, there is nothing something
bothered”
“Sori banget nih, gue lagi buru-buru
banget”
“Iya, gak apa-apa”
Aila mengangguk-anggukan kepala, dan
kembali menuruni anak tangga. Sampai cowok tadi menyerunya kembali.
“Hei!”
Aila yang merasa dipanggil, menoleh.
Afriza melambaikan tangannya.
“Kamu Aila kan?”
Aila mengangguk bingung.
“Salam kenal!”
Aila nyengir kuda, “E... salam kenal
juga” balasnya. Ia kembali menuruni anak tangga menuju ruang kepala sekolah,
tidak memerdulikan apa yang baru saja terjadi.
Afriza tersenyum, senyuman yang tidak
pudar sambil menatap pungging Aila yang kian menjauh dari pandangannya.
שׂשׂשׂ
Cici menatap ponselnya, tidak ada
notifikasi apapun. Ia kembali memasukkan ponselnya kedalam tas. Cici berjalan
keluar ruang kelasnya, biasa nya ia akan pergi kekantin, tapi hari ini ia malas
kemana-mana . Akhirnya hanya berdiri didepan kelasnya.
Sampai orang itu muncul! Cukup
mengejutkan bagi Cici, apalagi orang itu terlihat ramah dan penuh senyuman.
“Hai!” sapa Cici kaku.
Afriza menoleh, masih dengan
senyumannya.
“Hai!” balasnya, singkat. Ia langsung
masuk kedalam kelas. Sentara Cici tersenyum kesal.
“Orang ini gak ramah!” nilainya.
Samar-samar, Cici bisa mendengar
sayup-sayup suara seseorang bernyanyi. Ia yang cukup penasaran melirik kedalam
kelas lewat daun pintu.
Orang itu bernyanyi! Suaranya— cukup merdu,
bukan! Suaranya sangat merdu!!! Lagu yang terlantun terdengar bahagia dan
dinyanyikan sepenuh hati.
“Suaranya bagus!”
Untunglah Afriza tidak mendengar
komentar Cici, ia juga tidak sadar dengan keberadaan Cici yang terlihat seperti
penguntit.
Dan saat ini Cici terpana. Ya, Cici
sangat terpesona! Ia juga tak habis fokir, bagaimana bisa sebuah suara berhasil
membuatnya tersentuh? Namun ia segera membawa hati dan fikirannya kedalam alam
sadarnya.
“Stop Cici!!!” ia berteriak dalam hati.
Akhirnya ia kalah, ia bejalan
meninggalkan ruang kelasnya. Mencari tempat yang cocok untuk menenangkan hati
dan fikirannya yang sempat kacau.
“Kan gak lucu kalau gua bisa
terhipnotis sama suaranya! Mustahil deh...”
שׂשׂשׂ
0 komentar:
Posting Komentar