skip to main | skip to sidebar

About me

Unknown
Lihat profil lengkapku

Subscribe To

Postingan
    Atom
Postingan
Komentar
    Atom
Komentar

Archivo del blog

  • ▼ 2014 (9)
    • ▼ Juli (3)
      • loving you was red {bab 6}
      • loving you was red {bab 5}
      • loving you was red {bab 4}
    • ► Juni (2)
    • ► Mei (4)

Followers

chideph onyoon

Kamis, 10 Juli 2014

loving you was red {bab 5}

Aku mungkin memang menolak kehadiran Cinta
Tapi setidaknya aku senang orang lain bisa merasakan Cinta
                Pagi itu, mendung. Cici malas beranjak dari tempat tidurnya yang empuk. aApa lagi ini hari libur, ia makin malas saja.
“Cici! Banguuun!!!”
Mama sudah berada didepan kamar Cici. Mau tidak mau Cici beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya.
“Kenapa, ma?”
“Bangun sayang, udah jam berapa sekarang? Jangan mentang-mentang lagi liburan kamu bisa bangun sesiang-siangnnya” tegur mamanya.
Cici mengangguk.
“Lagian, sebentar lagi ada tamu!”
“Siapa?”
“Teman-teman kakak kamu”
“Ya... kan udah biasa!” protes Cici.
“Setidaknya nanti kamu temui mereka”
Cici mengangguk, mengiyakan.
“Oh, iya! Bukannya kamu mau perpisahan sama keluarganya pak Arko?” tanya mama.
Sekarang Cici baru ingat agendanya hari ini, ia langsung mengambil handuknya dan bergegas masuk ke kamar mandi. Ia tidak mau kehilangan momen ini. Keluarga pak Arko akan pindah rumah, itu berarti salah satu teman baiknya juga pindah.
Fathur...
שׂשׂשׂ
Cici keluar dari kamarnya, dan bergegas keluar rumah, ia melirik sebentar kearah teman-teman kakaknya.
“Cici!” panggil Bima, kakak Cici.
Cici menoleh, kakaknya itu sedang duduk berdua dengan kak Dhira, pacarnya.
“Salaman dulu dong sama temen-temen gue!” tegur Bima.
Cici menurut, ia menyalami kelima teman-teman kakaknya, termasuk Dhira.
“Mau kemana, Ci?” tanya Dhira, ramah.
“Mau perpisahan, nih!” jawab Cici, girang.
Bima dan Dhira saling berpandangan, pandangan yang penuh tanya.
“Kok perpisahan seneng banget?” tanya Dhira heran.
“Tau nih!” Bima mengekor.
Cici menggaruk-garuk kepalanya, yang sebenarnya sama sekali tidak gatal.
“Terus harus sedih?” tanya Cici.
“Ya... enggak juga sih” jawab Dhira.
“Ya sudah sana! Nanti gue nyusul deh kalau mereka mau berangkat” ujar Bima.
Cici mengangguk dan berpamitan. Saat keluar dari perkarangan rumahnya, ia melirik kearah Bima dan Dhira yang sudah asik dengan dunianya masing-masing, terlihat bahagia. Ia hanya berharap semoga suatu saat Dhira menjadi kakak iparnya sungguhan.
שׂשׂשׂ
“Nah... ini nih yang ditunggu!” ucap Dion.
Cici terkejut karena semua teman-temannya sudah berkumpul semua.
“Hai!” sapa Cici tanpa dosa, “Gua gak telat-telat banget kan?”
“Enggak juga” sindir Ria.
Cici melirik kearah Fathur, Fathur tengah menatapnya.
“Kok lo pindah sih? Mentang-mentang udah lilus SD, ngelanjutinnya di Bogor!” protes Cici.
“Ini kan keputusan orang tua gue” jelas Fathur.
“Mau nyusul Achi tuh!” goda Vindy.
“Iya, sama-sama sekolah di Bogor gitu, biar gak LDR lagi!” tambah Ari.
Fathur menggeleng, “Ada-ada aja lo pada!”
“Iya kan? Mau sekolah di SMP yang sama kayak Achi” Dion ikut menambahkan.
Keenamnya tertawa.
“Nanti gue juga mau ke Bogor, ah! Gue mau nerusin SMP disana bareng Fathur!” ujar Vindy dengan semangat.
“Yakin?” tanya Fathur.
Vindy malah tertawa, lalu menoleh kearah Cici.
“Lo mau ikut Fathur gak, Ci?”
“Gua?” tanya Cici.
Vindy mengangguk.
“Ngapain? Gua kan belum lulus SD. Masih kelas 5, calon kelas 6. Gua gak mau kehilangan saat-saat membahagiakan dikelas akhir”
“Ikut aja yuk!” ajak Fathur iseng.
Cici tertawa.
“Makasih deh...” ucapnya polos.
Setelah bincang-bincang cukup lama, akhirnya Fathur dan keluarganya harus pegi. Barang-barang sudah lebih dulu diangkut kemarin, dan sisanya baru tadi pagi.
“Hati-hati ya, bung!” Dion menepuk pundak Fathur.
“Iya, jaga diri disana!” tambah Ari.
“Jangan macam-macam ya disana!” Vindy ikut-ikutan memukul pundak Fathur.
“Mm... lo—“ suara Ria terdengar terputus-putus karena tangisan, “—lo baik... lo baik-baik aja ya!”
“Iya, jangan nangis gitu dong Ria” Fathur memeluk Ria, pelukan persahabatan.
Vindy, Ari dan Dion juga dipeluk bergantian. Saat dihadapan Cici, Fathur hanya mengacak-acak rambutnya. Ia amat tau, Cici tidak suka dipeluk, apalagi dicium.
“Jaga diri ya, Ci!”
Cici tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.
“Siip! Lo juga ya!”
Keduanya saling melempar senyum. Fathur menghampiri Ari dan membisikan sesuatu padanya. Ari mengangguk. Fathur melambaikan tangan pada kelimanya.
“Bye!!!”
Ia masuk kedalam mobil, mobil yang berjalan menjauh. Kelimanya termasuk Cici, hanya bisa menatapnya.

שׂשׂשׂ
Diposting oleh Unknown di 21.33

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod